Jumat, 27 Mei 2011

Efek Mutu dan Kualitas Yang Dipaksakan

Mutu sesuatu apapun memang sangat diharapkan selalu baik atau malah amat baik jika bisa.Sesuatu dikatakan bermutu apabila memang dapat dirasakan manfaatnya bagi yg lainnya.Guru yang bermutu di tandai dengan sertifikasi, Dosen juga begitu.Produk barang di bilang bermutu jika memenuhi standard SNI.Dan siswa yang bermutu agaknya bisa kita tandai dengan lulus UN dengan nilai baik.Produk bermutu dihasilkan oleh Produsen yang bermutu, sedangkan produsen bermutu ditandai dengan kelengkapan alat produksinya yg bermutu pula.Memaksakan mutu dari produsen yang kurang/bahkan tak bermutu adalah suatu kenistaan.
Bisakah siswa membuat adaptor hanya denga mendengar cerita?, atau bisakah siswa mahir Microsoftword hanya dengan mencatat yang dituliskan di apapn tulis?, bisakah siswa mahir bahasa Inggris dengan guru yg masih tamatan SMA?, atau ketika dalam soal UN Bahasa Inggris ada gambar mesin cuci, lantas siswa di beri tugas " Tell me about the Picture please!, mungkin kah orang yg masih tinggal di perladangan (yg sangkin jauhnya harimau saja pun bisa naik betis) dapat menjawabnya?.
Atau haruskah?
-siswa yg punya cita-cita jadi presenter mesti pandai matematika dan IPA?
-siswa yg punya cita-cita jadi intertainment harus mahir berbahasa Indonesia dgn tata bahasanya?
-siswa miskin yg tak mampu melanjut harus bisa menguasai ke 4 bidang study UN,sehingga kalau tak lulus ia pun putus sekolah tanpa Ijazah?
Lihatlah betapa banyak yg merana sebagai efek mutu yg dipaksakan.Lain lagi sekolah yg memaksakan diri bagaimana cara supaya siswanya lulus bahkan dengan cara tidak benar.Sementara guru yg mengawas UN juga tak punya semangat, karena yg dikasi cuma cukup ongkos dan beli jajan di Kios Pinggir Jalan.Jauh beda dibanding honor PSP yg manfaatnya bagi UN juga masih tanda tanya.
Katakan yang sejujurnya, jangan ada dusta diantara kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar